Menyebut dua
nama ini sebenarnya tidak ada hubungannya kalaupun ada hanya hubungan personal,
karena ketika menyebut SBMI maka orang langsung mengarahkan pikiran kepada
sebuah Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang anggotanya adalah rakyat Indonesia
yang terpaksa atau dipaksakan menjadi pekerja migrant dan ketika menyebut Masyarakat
NTT sebagian orang akan dengan muda mengenal entah itu karena fisi tetapi juga
karena daerah ini menjadi salah satu daerah asal pengirim BMI yang termasuk
empat besar di Indonesia.
Sepulang mengikuti
Konggres SBMI di Jogjakarta bulan Juli 2011 saya yang semula menggeluti kegiatan
sebagai Volunteer Traficking dan Sosial lainnya semakin menaru perhatian pada
persoalan Buruh Migran karena ternyata berbicara tentang persoalan Buruh Migran
Indonesia sangat pelik sejak perekrutan, penempatan dan saat berada di Negara penempatan
yang sangat banyak terindikasi Traficking. Peliknya persoalan BMI ini menjadi sebuah
tantangan tersendiri dalam melakukan kerja Advokasi, tetapi yang membuat
semakin menantangnya karena kita dituntut juga melakukan kerja-kerja
konsolidasi karena sebuah SERIKAT akan sekedar nama jikalau kerja konsolidasi
diabaikan.
Setelah
seminggu di Batam sepulang dari Jogjakarta saya memutuskan untuk pulang ke
Kampung Halaman karena diberitakan orangtua jatuh sakit. Kepulangan kali ini
selain karena keperluan keluarga saya terpanggil melakukan kerja konsolidasi di
NTT yang semua kita tahu sebagai salah satu daerah pengirim BMI. Dengan melakukan
kerja2 konsolidasi ini saya mengetahui begitu banyak persoalan BMI asal NTT
yang tidak pernah tertangani dengan baik. Oleh karena itu saya sempat bepergian
di Pulau Timor dan Flores melihat dari dekat pola hidup masyarakat NTT sehingga
memilih hidup sebagai pekerja Migran.
Dari pengamatan,
saya menemukan selain karena persoalan EKONOMI ternyata Migrasi merupakan
sesuatu yang sudah menjadi kultur sebagian masyarakat NTT ini bisa kita temui
di kehidupan Masyarakat Lamaholot. Masyarakat Lamaholot sudah lama melakukan
migrasi dari satu pulau ke pulau lain bahkan keluar negeri, maka jangan heran
kalau sekali – kali anda bepergian di Kepulauan Lingga Kepulauan Riau anda akan
dengan muda menemui Perantau asal NTT yang sudah sejak tahun 50’an mendiami
pulau – pulau yang ada didaerah ini. Memilih menetap didaerah ini karena ketika
tahun itu muda bepergian ke Singapura yang saat itu sangat menjanjikan.
Kalau begitu
apa hubungan antara SBMI dan Masyarakat NTT?
Yang pasti
hubungannya karena seperti yang saya ungkapkan diatas bahwa ketika Serikat
Buruh Migran Indonesia mengklaim diri sebagai Sebuah serikat Pekerja Migran
maka NTT harus menjadi daerah perhatian khusus dari SBMI. Ini harus dilakukan
agar BMI NTT tidak sekedar mengenal SBMI ketika dideportasi oleh Negara dimana
mereka bekerja dan juga sebaliknya SBMI tidak sekedar mengenal BMI NTT yang
terkena kasus atau karena ada Proyek yang berhubungan dengan daerah ini.
Selain karena
hubungan diatas sejak saya diminta menempati posisi di Departemen Agitpro DPN
SBMI dan sebagai putera NTT saya coba membangun komunikasi dengan beberapa
aktifis asal NTT yang saat ini memilih menetap di Jakarta. Dari komunikasi yang
kami lakukan ternyata sangat bermanfaat karena dengan itu Sekretariat Nasional
(Seknas) SBMI sering dikunjujngi masyarakat perantau asal NTT khususnya para
Aktifinya..
SBMI dan
masyarakat pekerja Migran harus selalu saling bersinergi membangun pemahaman
yang sama tentang bagaimana bermigrasi yang aman…
Cipinang
Kebembem Raya No 10
Kamis 30
Agustus 2012
Andreas Soge
PEDOMAN KOMENTAR
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Bila menemukan komentar bermuatan menghina atau spam, berikan jempol bawah, tanda Anda tak menyukai muatan komentar itu. Komentar yang baik, berikan jempol atas.
Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.
Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.