Judul tulisan ini buat kebanyakan
sahabat yang mengenal saya bertanya-tanya, apa yang mau dirambah di Kalimantan
oleh Andreas? Sejak berdiri Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) hingga
usianya yang ke 9 tahun ini Kalimantan yang sering menghiasi berita Nasional
berkaitan dengan Buruh Migran Indonesia (BMI) karena beberapa kasus pemulangan
BMI yang tak berdokumen dari Negeri
tetangga Malaysia. Pemberitaan besar-besaran berkaitan dengan persoalan BMI
yang dipulangkan paksa dari Malaysia tidak serta merta membuat SBMI sesegera
itu melakukan konsolidasi agar mempunyai perwakilan baik setingkat Propinsi
yang disebut Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) atau setingkat Kota/Kabupaten yang
disebut Dewan Pimpinan Cabang (DPC). Ini bisa dikatakan sebuah kelambanan atau
bisa dibilang sebuah kesalahan besar karena konsentrasi terhadap daerah Transit
menjadi penting ketika kita membicarakan persoalan BMI.
Pulau Kalimantan terdapat 4
propinsi dimana dari keempat propinsi tersebut dua propinsi berbatasan langsung
dengan Negara tetangga Malaysia. Dari dua propinsi itu yakni Proponsi
Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat masing – masing mempunyai pintu ke dan
dari Malaysia yang menjadi surga bagi warga Indonesia yang ingin mengadu nasib
di Negeri Jiran tanpa dokumen. Keberanian bermigrasi ke Malaysia tanpa dokumen
ini menimbulkan persoalan dikala jumlah BMI yang tidak berdokumen semakin banyak,
ini dapat kita saksikan sendiri saat pemerintah Malaysia melakukan pemulangan
paksa ratusan ribu BMI tahun 2004. Dari peristiwa ini membuka mata Indonesia
atas carut marutnya penanganan BMI. Momen ini bukan menjadikan
pemerintah mau belajar agar penanganan BMI semakin professional malahan membuat
pemerintah mencari jalan agar memperoleh keuntungan sebesar – besarnya. Hal ini
dapa kita lihat dari reaksi atas pemulangan besar – besaran BMI dari Malaysia
tahu 2004 dengan membuat UU No 39/2004 yang nyatanya menjadi produk kong kali
kong Pengusaha dan pemerintah sehingga UU ini tidak berpihak terhadap perlindungan
BMI itu sendiri.
Saatnya SBMI hadir di Kalimantan
Ketika menjadi utusan Kepri di
Konggres SBMI di Jojakarta bulan Juli 2011 saya baru tahu kalau sejak berdiri
hingga saat Konggres itu SBMI baru sanggup melakukan konsolidasi di 13 propinsi
(Sumut, Kepri, Jambi, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jogja, jawa
Tengah, Jawa Timur, NTB, NTT dan Sulawesi Selatan) dan setelah ditelusuri
seperti NTT kehadiran SBMI di Propinsi ini karena ada program ILO tentang HIV
AIDS tahun 2010. Melihat itu maka sejak kepengurusan hasil Konggres Jogja
diamanatkan agar sesegerah mungkin melakukan Konsolidasi kedaerah baik daerah
yang sudah ada kepengurusan maupun daerah yang belum ada pengurusnya. Dari dua
kategori pengkonsolidasian yang diamanatkan oleh Konggres daerah baru menjadi
perhatian utama.
Sayangnya amanat Konggres ini
tidak serta merta dilaksanakan karena setelah Konggres, DPN hasil Konggres
langsung berhadapan dengan persoalan Hukuman mati yang dihadapi BMI Tuti
Tursilawati di Arab Saudi selain itu juga persoalan klasik yakni ketiadaan dana
menjadi sebuah aral. Dari diskusi – diskusi yang kami lakukan ada keinginan
begitu besar kepegurusan Periode 2011 – 2014 melakukan konsolidasi ke Pulau
Kalimantan. Ternyata harapan pengurus itu diridhoi oleh Sang Khalik dengan
mendapat dukungan dari sebuah lembaga yang bernama WSM. Kehadiran WSM dalam
mendukung program Konsolidasi SBMI menjadi sebuah harapan baru dalam kerja sama
antar lembaga karena baru kali SBMI mendapat dukungan tanpa intervensi untuk
ikut mengsukseskan program mereka seperti selama ini dialami SBMI dengan
lembaga lain.
Kerja sama membuka jalan Konsolidasi
ke Pulau Kalimantan bisa dilakukan, maka disepakati agar saya yang pernah
tinggal selama 7 tahun di Kalimantan Timur ditugaskan SBMI melakukan
Konsolidasi awal. Oleh karena itu Senin 8 Oktober 2012 berbekal tiket pesawat
Lion Air saya terbang ke Balikpapan. Penerbangan Jakarta Balikpapan membutuhkan
waktu kurang lebih 1 jam 50 menit. Berhubung ibu kota Propinsi Kaltim itu
adalah Kota Samarinda maka sesampai di Balikpapan dengan menggunakan Taxi dan
harus membayar 45.000 rupiah saya menuju
terminal Bus antar kota di Batu Ampar Balikpapan untuk meneruskan perjalanan ke
Samarinda. Inilah perjalanan panjang di Kaltim dimulai. Berbekal sms yang saya
kirim ke Partor Kopong MSF seorang Imam Kantholik yang berkarya di Keuskupan
Agung Samarinda saya diterima untuk tinggal di WISMA SACRA FAMILIA Biara MSF di
Temindung Samarinda. Malam sebelum
tidur saya sempat berdikusi dengan Pastor Kopong tentang tujuan kehadiran saya di
Samarinda Kaltim. Mendengan cerita saya Partor Kopong berjanji akan menjadi
mediator buat saya selama melakukan Konsolidasi di Kaltim dengan mempertemukan
saya dengan beberapa Jaringan yang selama ini telah dia bangun.
Bersambung
Cipinang Kebembem Raya No 10
Andreas Soge
PEDOMAN KOMENTAR
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Bila menemukan komentar bermuatan menghina atau spam, berikan jempol bawah, tanda Anda tak menyukai muatan komentar itu. Komentar yang baik, berikan jempol atas.
Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.
Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.